Kisah Chang’e: Cinta Abadi di Balik Cahaya Bulan
Cerita ini mengenalkan tradisi Festival Pertengahan Musim Gugur (Festival yang lebih dikenal sebagai festival kue bulan atau moon cake), yang kaya makna dan penuh nilai budaya. Berikut adalah kisahnya.
Pada zaman dahulu, di Tiongkok kuno, dunia didera oleh teriknya sepuluh matahari yang bersinar bersamaan di langit. Panasnya begitu menyengat hingga tanaman layu, sungai mengering, dan kehidupan manusia serta hewan hampir punah.
Hou Yi Sang Pemanah Legendaris
Melihat penderitaan ini, Kaisar Langit memanggil seorang pemanah hebat bernama Hou Yi untuk menyelamatkan dunia. Dengan busur ajaibnya, Hou Yi memanah jatuh sembilan matahari, menyisakan satu untuk menerangi bumi. Dunia pun kembali sejuk, dan Hou Yi menjadi pahlawan yang dicintai oleh rakyat.
Sebagai hadiah atas jasanya, Dewi Barat memberikan Hou Yi sebuah eliksir (cairan) keabadian. Namun, eliksir ini memiliki rahasia besar: siapa pun yang meminumnya akan menjadi abadi dan tinggal di surga selamanya. Meskipun begitu, Hou Yi enggan meminumnya karena ia tidak ingin meninggalkan istrinya yang tercinta, Chang’e. Ia pun memberikan eliksir itu kepada Chang’e untuk disimpan dengan aman.
Pengorbanan Chang’e
Kebahagiaan pasangan ini tidak berlangsung lama. Suatu hari, seorang murid Hou Yi yang serakah, Feng Meng, mengetahui tentang eliksir tersebut. Ketika Hou Yi sedang berburu, Feng Meng masuk ke rumah mereka untuk mencuri eliksir.
Chang’e, menyadari bahaya yang mengancam, segera meminum eliksir itu agar tidak jatuh ke tangan Feng Meng. Seketika, tubuh Chang’e menjadi ringan, dan ia mulai melayang ke langit. Namun, hati Chang’e tetap tertuju pada Hou Yi. Maka, ia memilih Bulan sebagai tempat tinggalnya, sehingga ia dapat tetap dekat dengan bumi dan orang yang ia cintai.
Kesedihan dan Cinta Hou Yi
Ketika Hou Yi kembali dan mengetahui apa yang telah terjadi, ia sangat sedih. Setiap malam, ia menatap bulan dengan penuh rindu, berharap dapat melihat Chang’e. Untuk menghormatinya, Hou Yi meletakkan makanan favorit Chang’e, seperti kue bulan, di altar dan berdoa kepadanya.
Rakyat, yang terharu dengan kisah cinta mereka, mulai mengikuti tradisi ini. Sejak itu, setiap malam bulan purnama di bulan delapan kalender lunar, orang-orang merayakan Festival Pertengahan Musim Gugur dengan berkumpul bersama keluarga, makan kue bulan, dan memandang bulan untuk mengenang Chang’e.
Kelinci Giok di Bulan
Menurut legenda, Chang’e tidak sendirian di Bulan. Seekor kelinci giok tinggal bersamanya, bekerja tanpa henti menggiling ramuan untuk membuat eliksir yang suatu hari bisa menyatukan kembali Chang’e dengan Hou Yi.
Pesan Moral
Legenda Chang’e mengajarkan kita tentang cinta yang abadi, pengorbanan, dan keindahan hubungan manusia. Meskipun terpisah oleh jarak yang tak terjangkau, cinta tetap bisa bersinar terang, seperti bulan di malam hari.
Kisah ini bukan hanya sebuah cerita, tetapi juga pengingat bahwa cinta yang tulus bisa melampaui batas ruang dan waktu, memberikan inspirasi yang abadi. Jadi, saat Anda menatap bulan malam ini, ingatlah Dewi Bulan yang menjaga cintanya dari kejauhan.
Komentar
Posting Komentar